Kritik Terhadap Teori Kebutuhan Maslow (bagian 1)


Oleh : Zaenal Muhtadin

PENDAHULUAN
Manusia dalam perjalanan hidupnya tidak terlepas dari  dua kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan jasmani atau kongkret (nyata) dan kebutuhan rohani atau abstrak (tidak nyata).[1] Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, pendidikan,dan kesehatan.[2] Sedangkan kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang merupakan upaya manusia untuk memenuhi kepuasan jiwa atau rohani seseorang, seperti rekreasi, mendengarkan musik, rasa aman, ingin dihargai, atau dihormati dan ibadah.[3] Kebutuhan inilah yang menggerakkan mahluk hidup dalam beraktivitas dan menjadi dasar (alasan) berusaha.
Akademisi yang secara khusus dan terkenal dalam pembahasan teori kebutuhan ini adalah teori yang dikembangkan oleh Abraham Maslow, seorang pelopor aliran psikolog humanistik.[4] Dalam teorinya, ia menyatakan bahwa manusia memiliki berbagai tingkat kebutuhan atau hierarki kebutuhan, mulai dari yang paling dasar sampai kebutuhan tertinggi.[5] Pada makalah yang singkat inilah penulis mendasarkan bahasannya yang kemudian menganalisanya dari perspektif ilmiah dan worldview Islam.[6] Selamat membaca!.

BIOGRAFI ABRAHAM MASLOW
Abraham Harold Maslow adalah seorang pelopor aliran psikolog humanistik[7] yang dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908 dan wafat pada tahun 1970 pada usia 62 tahun.[8] Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan orang tua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang dibanding anak lain sebayanya. Ia seorang anak Yahudi yang tinggal dan tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh non Yahudi.
Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua orangtuanya. Ia tumbuh di perpustakaan di antara buku-buku. Untuk menyenangkan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya.  Ia akhirnya memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan Desember 1928. Ia memperoleh gelar bachelor pada tahun 1930, sedangkan gelar master menyusul pada tahun 1931, dan gelar Ph.D pada tahun 1934; semuanya didapatkan di bidang psikologi dari The University of Wisconsin. Setahun setelah lulus program doktor, beliau kembali ke New York untuk bekerja dengan EL Thorndike di Columbia.[9]
Kemudian, Maslow menjabat sebagai ketua departemen psikologi di Brandeis pada periode (1951-1969). Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969, dan menjabat ketua departemen psikologi di sana selama 10 tahun. Disinilah Maslow mulai mengembangkan konsep psikologi humanistik dan menciptakan teorinya yang paling terkenal, yaitu tentang hierarki kebutuhan.[10] Di luar udara, air, makanan, dan seks, ia meletakkan lima lapisan yang lebih luas (urut berdasarkan kepentingan pemenuhan): kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan apresiasi, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Buku karya Maslow mudah dibaca dan penuh dengan ide-ide menarik. Yang paling dikenal adalah Toward a Psychology of Being (1968), Motivation and Personality (1954 dan 1970), dan The Further Reaches of Human Nature (1971). Selain itu juga ada banyak artikel yang ditulis oleh Maslow, terutama dalam Journal of Humanistic Psychology, yang salah satu perintisnya adalah Maslow sendiri.[11]
Ia menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya ia meninggal karena serangan jantung pada tanggal 8 Juni 1970. Sebelum meninggal pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika menganugerahkan gelar kepadanya  Humanist of the Year.[12]

HIERARKI KEBUTUHAN MANUSIA MENURUT MASLOW
Maslow adalah salah satu ilmuwan pengembang teori humanistik pada dekade 1950-an. Ia adalah salah satu ilmuwan moderat yang berusaha menengahi teori psikoanalitik[13] dan behavioristik[14]. Psikoanalisa sendiri menganggap bahwa seluruh perilaku manusia dilandaskan oleh ketidaksadaran dan instink-instink kebinatangan, sedangkan behavioristik mengakui manusia sebagai hasil dari stimulus lingkungan, atau tidak berbeda dengan sebuah mesin yang hanya bekerja berdasarkan perintah. Psikolog humanis memberikan penekanan, dan pengakuan terhadap faktor-faktor internal, seperti perasaan, nilai-nilai luhur dan harapan. Tetapi anehnya mereka tetap tidak mengakui adanya jiwa. Mungkin karena mereka terlalu ekstrem dalam kemoderatannya.
Maslow kemudian menyusun konsep hierarki kebutuhan manusia, hierarki ini adalah landasan motivasi bagi manusia untuk berperilaku, dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hierarki atau berjenjang.[15] Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan, menyajikan secara ringkas empat jenjang basic need atau deviciency need, dan satu jenjang metaneeds atau growth needs. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru muncul kebutuhan kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan baru akan muncul kebutuhan meta.[16]
Maslow menyebut teori hierarki kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey,[17] yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer,[18] Goldstein, dan psikologi Gestalt,[19] dan dengan dinamisme Freud,[20] Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hierarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).[21]
Adapun hierarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan Fisiologis
Pada tingkat yang paling dasar, terdapat kebutuhan manusia yang bersifat fisiologis yang ditandai dengan kekurangan (defisit) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Contoh dari kebutuhan Fisiologis ini adalah Sandang/pakaian, pangan/makanan, minum, gula, garam, protein, dan kebutuhan istirahat. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan Kebutuhan orang mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini. Kebutuhan ini dinamakan kebutuhan dasar (basic needs),[22] yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan sangat ekstrim (misalnya: sangat kelaparan) manusia yang bersangkutan kehilangan kendali akan atas perilakunya sendiri (agresif, tidak malu, tidak punya pertimbangan pada orang lain, dan sebagainya) karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu (menghilangkan rasa laparnya).[23]
Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga-diri dan cinta, pertama-tama ia akan memburu makanan terlebih dahulu. Ia akan mengabaikan atau menekan semua kebutuhan yang lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Maslow mengatakan: bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tidak ada minat lain kecuali pada makanan. Ia bermimpi tentang makanan, ia teringat tentang makanan, ia berpikir tentang makanan, emosinya tergerak hanya karena makanan, ia hanya mempersiapkan makanan dan ia hanya menginginkan makanan, orang semacam itu dengan tegas dapat dikatakan bahwa hidup hanya untuk makan dan hanya dapat hidup dengan makanan belaka.[24] Tak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak.
Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan Keamanan (Safety)
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan (safety needs),[25] stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.[26]
Kebutuhan keamanan sudah muncul sejak bayi, dalam bentuk menangis dan berteriak ketakutan karena perlakuan yang kasar. Pengasuhan yang bebas tidak mengenakan batasan-batasan, misalnya tidak mengatur interval kapan bayi tidur dan kapan makan, akan membuat bayi bingung dan takut, bayi tidak terpuaskan kebutuhan keamanan dan keselamatannya. Sama halnya dengan anak-anak, orang dewasa pun bila merasa tidak aman (neurotik)[27] bertingkah sama seperti anak-anak yang tidak aman. Maslow menguraikan bahwa orang dewasa yang merasa tidak aman akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam bencana besar. Seorang yang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.[28]
Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging and Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dan keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta.[29] Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup.
Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being atau B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan itu dinamakan D-Love; orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian.[30] Misalnya: hubungan pacaran, hidup bersama atau perkawinan yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, yang memperoleh dari pada memberi.
Sedangkan B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk berkembang.
Kebutuhan Dasar 4 : Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem)
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis)[31] mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri (estem needs). Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik.[32] Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik.[33] Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri.
Menurut Maslow, penghargaan dari orang lain hendaknya diperoleh berdasarkan penghargaan diri kepada diri sendiri. Ia juga menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis[34].
Kebutuhan Dasar Meta : Kebutuhan Aktualisasi Diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai, muncullah kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri (self actualization).[35] Manusia yang dapat mencapai tingkat ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu, sehingga dipandang sebagai kebutuhan tertinggi[36] dari suatu hierarki kebutuhan. Namun demikian, tujuan aktualisasi diri itu bersifat alami, yang dibawa sejak lahir.
Maslow menguraikan bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kelompok “meta-needs” yang didalamnya mencakup 17 meta kebutuhan[37] yang tidak tersusun secara hierarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta-needs tidak terpenuhi, maka akan terjadi meta-patologi,  seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya.
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.[38]
  1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.
  2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
  3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.
  4. Keterpusatan pada masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
  5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.
  6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya, mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
  7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut pengalaman puncak (peak experience),[39] saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
  8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
  9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”, pengamatan yang pasif dan reseptif.[40]
  10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
  11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
  12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.[41]
  13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.
  14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif.[42] Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula, bosan dengan obrolan basa-basi, omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.
  15. Mereka mempunyai “hierarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif dari pada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.
  16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”.[43] Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
  17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
  18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
  19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya,[44] dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.
Empat kebutuhan dasar adalah kebutuhan karena kekurangan atau D-need (deficiency need), sedangkan kebutuhan meta adalah kebutuhan karena ingin berkembang-ingin berubah, ingin mengalami trasformasi menjadi lebih bermakna atau B-need (being need). Menurut Maslow kebutuhan dasar berisi kebutuhan konatif sedangkan kebutuhan meta berisi kebutuhan estetik dan kebutuhan kognitif.



[1] Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama, dan Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hal. 26.
[2] Sayyid Mahdi as Sadr, Saling Memberi Saling Menerima, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2003),  hal. 163.
[3] Fathi Yakan, Islam di Persimpangan Paham Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), hal. 7-9.
[4] Psikologi Humanistik adalah aliran yang mencoba melihat keunggulan-keunggulan potensial manusia dan berupaya mengaktualisasikannya. Aliran ini muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow dan Carl Rogers mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya. Lihat Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi psikologi dengan Islam: menuju psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Yayasan Insan Kamil, 1995), hal. 58.
[5] Jeffrey S. Nevid, Psychology: Concepts and Applications, (Canada: Cengage Learning, 2012), hal. 295
[6] Worldview Islam adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang menjelaskan tentang hakekat wujud dan kehidupan secara totalitas. Lihat Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena To The Metaphysics Of Islam: An Exposition Of The Fundamental Elements Of Worldview Of Islam, (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 2001), hal. 4-5.
[7] Putu Putrayasa, Desain Ulang Hidup Anda, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 229.
[8] Edward Hoffman, The Right to be Human: A Biography of Abraham Maslow, (Mcgraw-Hill; Rev Upd Su edition, 1999), hal. 174.
[9] Profil Abraham Maslow, diakses di http://profil.merdeka.com/mancanegara/a/abraham-harold-maslow/, pada tanggal 12 Mei 2014, pukul 11;38 wib.
[10] Hendry, Review Teori Motivasi Kebutuhan : Teori Hierarki Maslow, diakses di http://teorionline.net/review-teori-motivasi-kebutuhan-maslow, pada tanggal 12 Mei 2014, pukul 11;43 wib.
[11] Profil Abraham Maslow, diakses di http://profil.merdeka.com/mancanegara/a/abraham-harold-maslow, pada tanggal 12 Mei 2014, pukul 11;38 wib.
[12] Abraham Maslow, diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow, pada tanggal 11 Mei 2014, pukul 20:44 wib.
[13] Psikoanalisis ditemukan di Wina, Austria, oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan salah satu aliran di dalam disiplin ilmu psikologi yang memilik beberapa definisi dan sebutan, Adakalanya psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai teknik penyembuhan dan juga sebagai pengetahuan psikologi. Psikoanalisis menurut definisi modern yaitu (1) Psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa, (2) Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar), (3) Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
[14] Behavioristik merupakan gerakan yang secara formal diawali oleh seorang psikolog Amerika bernama John Broadus Watson (1878-1958) dengan makalahnya berjudul “Psychology as the Behaviorist Views It” dan dipublikasikan pada tahun 1913. Psikologi behaviorisme sebagai disiplin empiris yang mempelajari perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan (pengalaman). Inti utama behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan pembelajaran tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi.
[15] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru, 1988), Hal. 216
[16] Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan, Model-Model Kepribadian Sehat, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hal. 95-96.
[17] Nama lengkapnya adalah William James dan John Dewey, keduanya merupakan tokoh aliran filsafat pragmatisme. William James (1842-1910) dalam pemikiranya menitik beratkan bahwa kebenaran adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan memperhatikan kegunaanya secara praktis. Sedangkan John Dewey berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergeraka dan berubah, jika manusia menjumpai kesulitan maka berpikir adalah alat untuk bertindak dan menyelesaikan masalahnya. Lihat A. Syaifuddin, Uswatun Hasanah, Kamus Pancasila: Istilah dan Teori, (Jakarta: Nur Cahaya, 1991), hal. 105.
                [18] Nama lengkapnya Max Wertheimer. Ia adalah seorang psikolog Gestalt. Gestalt  adalah sebuah teori yang lahir di Jerman tahun 1912 yang didirikan oleh Max Wertheimer bersama kedua temannya.
[19] Gestalt  adalah sebuah teori yang lahir di Jerman tahun 1912. Tiga tokoh yang mendirikan teori ini adalah: Max Wertheimer, Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler. Dikemudian hari teori ini dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Teori Gesalt adalah teori yang mengajarkan pada seseorang untuk memahami dan mengamati suatu pelajaran bukan menghafalkan, karna bila sudah memahami pelajaran tersebut seorang anak bisa aktif dan respon mengembangkan ilmu yang diajarkan disekolah sedangkan bila menghafal pola fikir anak tidak bisa berkembang dan tidak menuntut kemungkinan anak yang hafal itu paham dengan apa yang diajarkan.
                [20] Sigmund Freud dilahirkan di Freiberg, 6 Mei 1856 dan meninggal di London, 23 September 1939 pada umur 83 tahun. Ia adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Lihat Robert B. Ewen, An Introduction to Theories of Personality: 6th Edition, (t.k.: Psychology Press, 2003), hal. 76.
[21] Jeffrey S. Nevid, Psychology: Concepts and Applications......hal. 295
                [22] Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal. 109-110.
[23] Sarlito W. Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hal. 174.
[24] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Penerjemah A. Supratinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 71.
                [25] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama: Kepribadian Muslim.....hal. 88.
[26] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.....hal. 74.
[27] Contoh gejala Neurotik menurut George Kelly: B.J. Habibie sangat sedih dengan kepergian Ainun istri tercintanya, BJ. Habibie memilih untuk menuliskan cerita hidupnya bersama Ainun untuk mengurangi kesedihannya dan tetap mengenang kisah hidupnya bersama Ainun.
[28] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.....hal. 73.
[29] Ibid, hal. 75.
                [30] Abraham Harold Maslow, The Maslow Business Reader, Edited by Deborah C. Stephens, (New York: John Wiley & Sons, 2000), hal. 301.
[31] Patologi artinya: ilmu yang mengkaji tentang seluk-beluk penyakit. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gita Media Press, tt.), hal. 588
[32] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.....hal. 76.
[33] Neurotik merupakan bentuk gangguan kepribadian yang relatif ringan dan ditandai oleh kecemasan yang cukup dominan sebagai wujud dari penyesuaian diri yang tidak adekuat, tidak efisien dan tidak sehat, yang disebabkan karena tekanan yang terus menerus, konflik, frustrasi, dan keterbukaan individu dalam mengatasi masalahnya.
[34] Homeostasis adalah suatu kondisi keseimbangan internal yang ideal. Semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi dengan cara yang tepat untuk memenuhi semua kebutuhan tubuh. Semua organisme hidup berusaha untuk homeostasis. Ketika homeostasis terganggu karena stressor, maka tubuh akan mengembalikannya dengan menyesuaikan satu atau lebih proses fisiologis dari mulai pelepasan hormon sampai reaksi fisik seperti berkeringat atau terengah-engah. Sebagai contoh tubuh melakukan beberapa proses agar suhu tubuh tetap seimbang.
[35] Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya.
[36] Atau tujuan final, tujuan ideal dari kehidupan manusia. Konsep tujuan hidup motivator ini mirip dengan konsep arsetif-self dari Jung, kekuatan-kreatif-self dari Adler, ataupun realisasi dari Horney.
[37] Terdapat 17 meta-kebutuhan menurut Maslow, yaitu: 1. Kebenaran, 2. Kebaikan, 3. Keindahan/kecantikan, 4. Keseluruhan (kesatuan/integrasi), 5. Dikhotomi-Transendensi, 6. Berkehidupan (berproses, berubah tetapi pada esensinya, 7. Keunikan, 8. Kesempurnaan (perfeksi), 9. Keniscayaan, 10. Penyelesaian, 11. Keadilan, 12. Keteraturan, 13. Kesederhanaan, 14. Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang tersembunyi, semua sama penting), 15. Tanpa susah payah (santai, tidak tegang), 16. Bermain (fun, rekreasi, humor), 17. Mencukupi diri sendiri. Lihat Sarlito W. Sarwono, Berkenalan Dengan….., hal. 177.
[38] Brian Johnson, The 19 Characteristics of Maslow’s Self-Actualizer, diakses di http://www.entheos.com/ideas/brian-johnson/773/the-19-characteristics-of-maslows-self-actualizer, pada tanggal 12 Mei 2014, pukul 11;49 wib.
[39] Erdy Nasrul, Pengalaman Puncak Abraham Maslow, (Ponorogo: Central For Islamic and Occidental Studies (CIOS), 2011), hal. 41-42.
[40] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.....hal. 52.
[41] Ibid, hal. 54.
                [42] Darmadi Darmawangsa dan Imam Munadi, Fight Like a Tiger Win Like a Champion, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hal. 19.
[43] Frank G. Goble, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.....hal. 59.
                [44] Yusuf Al-Qaradhawi, Al-Quran Menyuruh Kita Sabar, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 14.

Share on Google Plus

About Zaenal Muhtadin

Adalah Sebuah keputusan This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment