Pandangan Syi'ah Terhadap Ahlu Sunnah


Oleh : Zaenal Muhtadin                                       

A.    PENDAHUALUAN
Dalam berbagai literatur dan pemberitaan media kelompok Syi’ah selalu mempropagandakan kesatuan dan persatuan ummat Islam. Mengedepankan persatuan ummat lebih utama dari pada memperuncing perbedaan, yang perbedaan sendiri dalam Islam adalah rahmat.[1] Perbedaan yang terjadi antara Sunni dan Syi’ah dianggap sebuah perbedaan yang biasa lazim terjadi di dalam madzhab Islam. Seperti halnya perbedaan antara madzhab Syafi’i dan madzhab Hanafi atau madzhab Hanbali. Padahal, bila diteliti secara mendalam perbedaan tersebut tidak terbatas dalam masalah-masalah yang bersifat furūiyah, akan tetapi menyentuh hal-hal yang bersifat Uṣūliyah juga.[2] Sehingga Sunni-Syi’ah secara ajaran sulit untuk disatukan.
Effek dari perbedaan dalam Uṣūliyah ini, melahirkan sikap dan keyakinan Syi’ah yang berbeda dalam berinteraksi dengan penganut diluar kelompoknya, terutama dalam memandang Ahlu Sunnah[3]. Dalam makalah ini, penulis mencoba memaparkan problem pandangan Syi’ah terhadap Ahlu Sunnah.

B.     AHLU SUNNAH MENURUT SYI’AH
Salah satu problematika pemahaman Syi’ah terhadap Ahlu Sunnah adalah dalam mendefinisikan Ahlu Sunnah itu sendiri. Didalam berbagai literatur dan kitab-kitab mukhtabar Syi’ah, Ahlu Sunnah digolongkan sebagai Nāṣibi.[4] Sebuah kelompok yang membenci Sayyidina Ali[5] dan menganggap kebenciannya itu sebagai bagian dari iman mereka, juga membenci Ahlul Bait dan mencercanya secara langsung maupun tidak. Al-Majlisi mengatakan dalam Bihār al-Anwārnawāṣib (Ahlu Sunnah) ialah orang yang meyakini kekhilafahan Jibt dan Ṭāghūt,[6] dan menganggap keduanya lebih berhak sehingga mendahulukan Sahabat Abu Bakr dan Umar bin Khatab dari pada 'Ali bin Abi Thalib ra. dalam kekhilafahan.[7] Dengan demikian orang yang tidak mendukung kehilafahan Ali pasca Rasulallah SAW. dianggap sebagai golongan penentang.
Namun, label Nawāṣib lebih dikhususkan kepada orang yang membenci dan memusuhi Syi’ah (pengikut Ali).[8]  Dalam tulisannya Nikmatullah Al-Jaza’iri (wafat 1112 h) menyebutkan bahwa makna ini didukung oleh pernyataan para imām dan pemuka-pemuka Syi'ah yang telah menisbatkan lafal Nāṣibi  kepada Abu Hanifah dan yang semisalnya.[9] Padahal Abu Hanifah tidaklah menegakan permusuhan kepada Ahlul Bait, bahkan beliau mengkhususkan waktu untuk Ahlul Bait. Memang benar, ia menyelisihi pendapat Ahlul Bait dalam beberapa hal, tetapi beliau juga menampakan kecintaan kepada Ahlul Bait. Dari pernyataan di atas didapati bahwasanya Imām Abu Hanifah rahimahullah termasuk Nāṣibi,[10] meskipun ia menampakan cintanya kepada Ahlul Bait. Karena Nāṣibi bukanlah orang yang membenci Ahlul Bait, melainkan juga orang yang menentang Syi'ah. Husain bin Syihabuddin Al-ʼAmili dalam kitabnya Hidāyah al-Abrār Ilā Tharìq Al-Aimmah Al-Aṭhār, mengatakan bahwasanya Nāṣibi adalah yang mengingkari wasiat khilafah  atau Imāmah.[11]

C.    AHLU SUNNAH DALAM PANDANGAN SYI’AH 12 IMĀM
Cara pandang Syi’ah terhadap Ahlu Sunnah, yang menganggap sebagai Nāṣibi atau nawāṣib menimbulkan konsekwensi yang sangat besar. Keyakinan yang salah tersebut telah mengakar menjadi Aqìdah yang sulit diadakan taqrìb  antara keduanya.[12] Sikap Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlu Sunnah wal Jama'ah dibangun diatas kebencian dan cacian, bahkan sampai pengkafiran. Menurut keyakinan mereka, kekufuran Ahlu Sunnah lebih besar dari pada kekufuran Yahudi dan Nashrani. Hal ini karena kekafiran Yahudi dan Nashrani adalah kafir asli, sedangkan kekafiran Ahlu sunnah adalah karena murtad. Dan menurut ijma’ ulama Syi’ah, kekafiran karena murtad lebih besar dari pada kafir asli.[13]
Berikut ini, beberapa pandangan sekte Syi’ah tentang Ahlu Sunnah yang dinukil dari perkataan ulama-ulama dan buku-buku yang muʻtabar dikalangan Syi’ah.
1.      Darah dan Harta Ahli Sunnah Adalah Halal
2.      Shalat Di Belakang Ahlu Sunnah Tidak Sah
3.      Badan Ahlu Sunnah Najis
4.      Menikah Dengan Ahlu Sunnah Tidak Boleh
5.      Boleh Melaknat Jenazah Ahlu Sunnah

D.    PENUTUP
Syi’ah merupakan pendukung, pembela, dan pengikut setia Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. dan berkeyakinan bahwa beliau adalah Imām sesudah Rasulallah saw. Keyakinan akan keimāmahan menjadi dasar atau fondasi utama bangunan dalam sistem akidah Syi’ah. Menolak kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab ra. Menurutnya, bahwa keduanya telah melanggar Nāṣ al-Qur’an  dan mendzalimi Ahlul Bait dengan cara menjauhkan ‘Ali ra dari pemerintahan.
Keyakinan ini melahirkan problematik dalam menganggap dan meyakini hal-hal yang ada diluar kelompoknya. Para ayatullah Syi’ah menegeluarkan fatwa bahwa Ahlu Sunnah berbeda dengan kelompok Syi’ah karena telah mengingkari Imāmah Ali pasca Rasulallah saw. sehingga menganggapnya Nāṣibi, sedangkan Nāṣibi adalah kafir. Maka tidak boleh shalat dibelakang Ahlu Sunnah, halal darah dan hartanya, haram menikahi Ahlu Sunnah, boleh menggibah, menuduh zina, menganggap najis dan melaknat jenazah Ahlu Sunnah.



[1] Lihat Ikhsan Ilahi Zhahiri, As-Syi’ah Was Sunnah, Pent. Bey Arifin, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), Hal. 13-15.
[2] Lihat Tim Penulis Buku Pustaka Sidogiri, Mungkinkah Sunnah-Syi’ah Dalam Ukhuwah?, (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2008), Hal. 431
Perbedaan Sunni dan Syi’ah dalam masalah Uṣūliyah, yaitu perbedaan dalam Rukun Iman dan IslamRukun Islam versi Syi’ah : shalat, shaum, zakat, haji dan Wilāyah. Syahadat yang menjadi rukun Islam yang pertama dalam versi Ahlu Sunnah dihilangkan dan tidak menjadi rukun Islam, sebagai gantinya adalah Wilāyah, yang dimaksud rukun Wilāyah adalah bahwa penentuan imām atau khalifah, itu murni ditunjuk oleh Allah (manṣab ilāhi), sebagaimana ṣwah (kenabian). Karena itu, dalam Syiah, imām atau khalifah, tidak bisa ditetapkan berdasarkan kesepakatan atau pemilihan. Dalam Uṣūl  al-Kāfi salah satu rujukan utama dalam Syiah dinyatakan :
عن أبي جعفر (عليه السلام) قال: بني الاسلام على خمس: على الصلاة والزكاة والصوم والحج والولاية ولم يناد بشئ كما نودي بالولاية، فأخذ الناس بأربع وتركوا هذه - يعني الولاية.
Lihat Muhammad Bin Ya’kub Al-Kulaini, Uṣūl  Al-Kāfi, (Bairūt: Mansyūrāt al-Fajr, 2007), Cet. 1, Juz 2,  Hal. 15
Rukun Iman versi Syi’ah : Tauhid, Al-‘Adl, nubuwah, Imāmah, dan Al-Maʻād (Qiyāmah).
أصول الدين خمسة: التوحيد والعدل والنبوة والإمامة والمعاد.
Lihat Syaikh al-Muntadzari, Min al-Mabda’ Ilā Al-Maʻād(t.k: Muasasah al-Mailāniy, 1425)Cet. 1Hal. 185. Lihat juga Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia, (Jakarta: Formas, 2013), Hal. 85. Penyimpangan yang dilakukan  Syi’ah menghilangkan rukun Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab, dan Iman kepada Qadha dan Qadhar. Sebagai gantinya kelompok Syi’ah memasukan rukun Imāmah dan al-‘Adl.
[3] Ahlu Sunnah merupakan sebutan lain untuk Sunni. Sunni  sendiri berasal dari kata sunnah, yaitu golongan yang menjadikan al-Quran dan al-Hadist sebagai pedoman hidup, selalu menjaga persatuan umat Islam dan melarang perpecahan, tidak berlebih-lebihan dalam kecintaan kepada Ahlul Bait (keluarga nabi), sebagaimana orang Syi’ah yang berlebihan dalam kecintaannya tetapi melaknat para sahabat. Disebut Ahlu Sunnah karena mengikuti sunnah nabi Muhammad SAW dan berpegang teguh terhadapnya, dari golongan para shahabat, para tabi’in, ash-habul hadits, para fuqaha dan para pengikutnya, orang-orang yang tetap berpegang teguh dari generasi ke generasi sampai sekarang.  Lihat Nashir Bin Abdullah Bin Ali Al-Qafari, Mas’alah at-Taqrìb Baina Ahlu Sunnah Wa Syìʻah, (Riyād: Dār at-Ṭoyyibāh, 1420),  Juz 1, Hal. 26
[4] Lihat Syaikh Shaduq Abu Ja’far Muhammad Bin Ali Bin Husain Bin Musa Bin Babawaih Al-Qummi, ‘Ilal As-Syarā’i, (Bairūt: Dār Al-Murtaẓa. 2006)Cet. 1, Juz 2, Hal. 601
رواه الصدوق في كتاب العلل بسسنده عن عبد الله بن سنان، عن الصادق عليه السلام، قال: ليس الناصب من نصب لنا أهل البيت عليهم السلام لأنك لا تجد رجلا يقول أنا أبغص محمدا وآل محمد صلى الله عليه وآله، ولكن الناصب من نصب لكم وهو يعلم أنكم تتولونا وأنكم من شيعتنا.
“Dikisahkan Saduq dalam buku al-Ilal dengan sanadnya dari Abdullah bin Sinan, dari Saduq mengatakan: Bukanlah seorang Nāṣib bagi kita Ahlul Bait karena kamu tidak  akan menemukan seseorang yang mengatakan aku benci Muhammad saw. dan keluarganya, namun Nāṣib adalah orang membenci kalian dan dia tahu bahwa kalian pengikut kami dan kalian dari golongan kita.”
[5] Lihat Muhammad Ibn Mukarram Ibnu Mandzur Al-Ifriqi Al-Misri, Lisān Al-Arab.....,Cet. 1, Juz 1, Hal. 762.
[6] Lihat Muhammad Baqir Bin Muhammad Taqiy Al-Majlisi, Bihār al-Anwār Al-Jāmiʻah Lidururi Akhbār Al-ʼAimah Al-Aṭhār, (Bairūt: Muassasah Al-‘Alamì, 2008). Cet. 1, Juz 69,  Hal. 89.
Pada riwayat di atas dijelaskan bahwa mereka yang mendahulukan Jibt dan Ṭāghūt serta ber'itiqad kepada kepemimpinan mereka berdua adalah Nāṣibi. Orang-orang Syi'ah menamai Abu Bakr As-shidiq ra. dengan sebutan Jibt dan Umar bin Khatab ra. dengan sebutan Ṭāghūt. Al-Majlisi mengatakan :
كلّ من اعتقد بإمامة الجبت والطاغوت (لعنهما الله) فهو ناصبي (Siapa pun yang ber-i'tiqod terhadap kepemimpinan Jibt dan Ṭāghūt (semoga Allah melaknat mereka berdua), maka ia adalah Nāṣibi).
Di Juz 30,  Hal. 412, Al-Majlisi mengatakan :
 من تولّى أبا بكر وعمر لا يقبل الله منه عمله (Barangsiapa yang ber-wala kepada Abu Bakr dan 'Umar, maka Allah tidak akan menerima amal dari orang tersebut).
Di Juz 30,  Hal. 334, Al-Majlisi mengatakan :
من أحب أبا بكر وعمر لا يدخل الجنة (Barangsiapa yang mencintai Abu Bakr dan 'Umar, maka ia tidak akan masuk Surga).
[7] Ibid.
 روى العلّامة المجلسي (رضي الله عنه): "من كتاب المسائل من مسائل محمد بن علي بن عيسى حدثنا محمد بن أحمد بن محمد بن زياد وموسى بن محمد بن علي قال: كتبت إلى أبي الحسن عليه السلام أسأله عن الناصب هل أحتاج في امتحانه إلى أكثر من تقديمه الجبت والطاغوت واعتقاد إمامتهما؟ فرجع الجواب من كان على هذا فهو ناصب.
Lihat pula Muhammad Maalullah, Mauqif Asy-Syìʻah Min Ahli Sunnah, (t.k: Maktabah Ibnu Taimiyyah, t.t.), Hal. 22-23, lihat Nikmatullah Al-Jaza’iri, al-Anwār an-Nuʻmāniyah, (Bairūt: Dār Al-Kūfah, 2008), Juz 2, Hal. 307, lihat juga Husain Bin Ali ʼUshfur Ad-Dararial Bahrani, Al-Mahāsin Al-Nafsāniyyah Fì Ajwibah Al-Masāil Al-Khurāsāniyyah, (Bairūt: Dār Al-Masyriq Al-Arabi Al-Kabìr, 1979), Hal. 145.
[8] Lihat Syaikh Shaduq Abu Ja’far Muhammad Bin Ali Bin Husain Bin Musa Bin Babawaih Al-Qummi, Ilal As-Syarā’i....., Hal. 601.
[9] Adapun An-Nawāṣib menurut Syi’ah dari  ʻUlama Ahlu Sunnah berjumlah sangat banyak, diantara mereka adalah; Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir ad-Dimasyqa, Ibnul Jauzi, Syamsuddin Adz-Dzahabi, Ibnu Hazm Al-Andalusi, dan lain-lain. Lihat Asy-Syaikh Asy-Syi'iy Ali Alu Muhsin. Kasyful Al-Haqā’iq, (Bairūt: Dār As-Safwah, t.t.). Hal. 249.
"وأما النواصب من علماء أهل السنة فكثيرون أيضا، منهم ابن تيمية وابن كثير الدمشقي وابن الجوزي وشمس الدين الذهبي وابن حزم الأندلسي وغيرهم"
[10] Lihat Nikmatullah Al-Jaza’iri, al-Anwār an-Nuʻmāniyah, (Bairūt: Dār Al-Kūfah, 2008), Juz 2, Hal. 307
[11] Lihat Husain Bin Syihabuddin Al-Karki Al-Amili, Hidāyah Al-Abrār Ilā Ṭarìq Al-Aimmah Al-Aṭhār, ( Baghdad: Maktabah Al-Waṭaniyah, 1396), Cet. 1, Hal.125. ia mengatakan :
 کالشبهة التي أوجبت للکفار إنکار نبوة النبي صلی الله علیه و آله والنواصب إنکار خلافة الوصی
[12] Syeikh Yusuf Qardhawi salah satu penggagas taqrìb antara Sunni  dan Syi’ah, menceritakan pengalaman bahwa taqrìb di dunia Islam hanya menguntungkan pihak Syi’ah. Kaum Rāfiḍah berlindung di balik konsensus Deklarasi Amman untuk legitimasi penyebaran Syi’ah. Risalah Amman yang selama ini selalu menjadi landasan bagi Syi’ah menebarkan pengaruhnya dan ekspor mazhab Syi’ah (Syi’ahisasi) ke negara-negara Sunni .
Dalam sebuah pernyataan resmi ketika menerima kunjungan Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, di Masyikhatul Azhar pada hari Rabu 6 Februari 2013, Grand Syeikh Al-Azhar Cairo, Prof. Dr. Ahmad Al-Tayyib mengatakan, “Meski para ulama besar Al-Azhar terdahulu pernah terlibat di dalam berbagai konferensi persatuan Islam antara Sunni  dan Syiah guna melenyapkan fitnah yang memecah belah umat Islam, penting saya garis bawahi bahwa seluruh konferensi itu nyatanya hanya ingin memenangkan kepentingan kalangan Syiah (Imāmiyah) dan mengorbankan kepentingan, aqìdah dan simbol-simbol Ahlu Sunnah, sehingga upaya taqrìb itu kehilangan kepercayaan dan kredibilitasnya seperti yang kami harapkan. Kami juga sangat menyesalkan celaan dan pelecehan terhadap para sahabat dan istri Nabi SAW. yang terus menerus kami dengar dari kalangan Syiah, yang tentu saja hal itu sangat kami tolak. Perkara serius lainnya yang kami tolak adalah upaya penyusupan penyebaran Syiah di tengah masyarakat Muslim di Negara-negara Sunni .” Lihat Cholis Akbar, “Sikap Al-Azhar Mesir tentang ‘taqrìb’ Sunni-Syiah”, diakses dari http://www.hidayatullah.com, pada tanggal 23 Januari 2014, pukul 1:06.
[13] Lihat Syaikh Al-Islam Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmūʻ Fatāwā, (Madìnah: Mujamma Al-Malik Fahd Liṭṭibāʻ Al-Mushaf As-Syarìf, 2004), Juz 35, Hal. 151. Lihat juga Sulaiman Bin Hamad Bin Abdullah Al-‘Audah, Kaifa Dakhala At-Tatar Bilāda Al-Muslimìn, (Dār Toyibah: 2001), Cet. 3, Juz 1, Hal. 25.
ترى الشيعة الرافضة أن كفر أهل السنة أغلظ من كفر اليهود والنصارى، لأن أولئك عندهم كفار أصليون وهؤلاء كفار مرتدون وكفر الردة أغلظ بالإجماع ولهذا يعاونون الكفار على المسلمين كما يشهد بذلك التاريخ قال شيخ الإسلام ابن تيميه : ( أن الرافضة كانوا يعاونون التتار عندما غزوا بلاد المسلمين.(                                                                

Penjelasan lengkap bisa di dapatkan di buku Teologi dan Ajaran Shi'ah Menurut Referensi Induknya
Share on Google Plus

About Zaenal Muhtadin

Adalah Sebuah keputusan This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment