Ditulis oleh : Zaenal Muhtadin
Mari kita bandingkan
dengan teks aslinya yang diambil dari kitab Shahih Bukhari, dibawah ini teks
aslinya :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ،
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى
ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي المَسْجِدِ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ
القَابِلَةِ، فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ
أَوِ الرَّابِعَةِ، فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: «قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ
وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ
تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ. رواه البخاري.[1]
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin Yusuf, berkata: telah menceritakan Malik dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin
Zubair, dari ‘Aisyah Ummul Mukminin ra, berkata: "Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat
mengikuti shalat beliau, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau
shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian
mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya
beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa
yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada
kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan
(peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan." HR. Bukhari.
Penulis Syiah ini telah melakukan ketidakjujuran
ilmiah dalam mengutip hadits, ia telah mendekonstruksi hadits sehingga
dipandang tidak ada penjelasan tersebut, dalam pengutipan ia yang hanya menterjemahkan
saja tanpa menyertakan teks aslinya tidak melakukan kutipan secara lengkap, kemudian
menambahkan keterangan bahwa dalam teks hadits tersebut tidak ada penjelasan “dan
(peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan”, padahal dalam teks aslinya sangat
jelas termaktub. Dan juga melemahkan hadits Bukhari, dengan mengatakan
terdapat rawi yang lemah. Hujjah Syi’ah ini merupakan hal yang dibuat-buat,
untuk menelikung pemahaman yang benar. Dalam kitab Syi’ah sendiri, seorang
ulama yang dianggap otoritatif membenarkan adanya shalat tarawih berjamaah. Seperti
yang diriwayatkan al-Kulaini dalam kitab al-Kafi, mengatakan :
عَلِيُّ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ
أَبِي الْعَبَّاسِ الْبَقْبَاقِ وَ عُبَيْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ
اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله )
يَزِيدُ فِي صَلَاتِهِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِذَا صَلَّى الْعَتَمَةَ صَلَّى
بَعْدَهَا فَيَقُومُ النَّاسُ خَلْفَهُ فَيَدْخُلُ وَ يَدَعُهُمْ ثُمَّ يَخْرُجُ
أَيْضاً فَيَجِيئُونَ وَ يَقُومُونَ خَلْفَهُ فَيَدَعُهُمْ وَ يَدْخُلُ مِرَاراً
قَالَ وَ قَالَ لَا تُصَلِّ بَعْدَ الْعَتَمَةِ فِي غَيْرِ شَهْرِ رَمَضَانَ.[2]
Artinya :
“‘Ali bin Ibrahim, dari Muhammad bin
‘Iisa bin ‘Ubaid, dari Yunus, dari Abul-‘Abbas Al-Baqbaq dan ‘Ubaid bin Zurarah,
dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salam), ia berkata : “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa ‘alihi menambahkan shalatnya pada bulan Ramadlan, yaitu apabila
beliau shalat ‘atamah (‘isyaa’), beliau melakukan shalat setelahnya.
Lalu orang-orang berdiri bermakmum di belakang beliau. Lalu beliau masuk dan
membiarkan mereka. Lalu beliau keluar, dan mereka kembali datang dan berdiri
makmum di belakang beliau. Lalu beliau membiarkan mereka dan masuk ke rumah
beliau beberapa kali. Abu ‘Abdillah berkata : Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi
wa sallam) bersabda : “Janganlah kalian shalat setelah ‘atamah selain
pada bulan Ramadlaan”.
Bila dicermati riwayat ini mirip atau
sama dengan hadits riwayat Imam Bukhari terdahulu dengan jumlah atau shighah
yang berbeda. Tidak ada keterangan tegas dari Rasulullah saw. dalam riwayat
orang Syi’ah ini larangan shalat tarawih berjama’ah di bulan Ramadlaan. Rasulullah
mengimami shalat sunnah (tarawih) berjamaah. Kemudian dalam riwayat lain,
dikatakan:
وسألته
عن قيام شهر رمضان هل يصلح ؟ قال : لا
يصلح إلا بقراءة ، تبدأ فتقرأ فاتحة الكتاب ، ثم تنصت لقراءة الامام ، فإذا أراد
الركوع قرأت ( قل هو الله أحد ) وغيرها ، ثم ركعت أنت إذا ركع ، فكبر أنت في ركوعك
وسجودك كما تفعل إذا صليت وحدك ، وصلاتك وحدك أفضل.[3]
Artinya :
“Dan aku (‘Ali bin Ja’far) pernah
bertanya kepadanya (Musa bin Ja’far) tentang shalat (tarawih) di bulan
Ramadlaan, apakah ia baik ?. Ia menjawab : “Tidak baik, kecuali dengan qira’at.
Engkau mulai dengan membaca Al-Fatihah, kemudian engkau diam karena qira’at
imam. Jika engkau hendak rukuk, bacalah Qul-huwallaahu ahad dan
selainnya. Lalu engkau rukuk. Jika engkau rukuk, bertakbirlah dalam rukukmu dan
sujudmu sebagaimana yang engkau lakukan apabila engkau shalat seorang diri.
Namun shalatmu seorang diri (munfarid) lebih utama”.
Konteks shalat yang ditanyakan ‘Ali bin
Ja’far adalah shalat tarawih. Musa bin Ja’far atau Musa Al-Kadhim (imam Syi’ah
ke-7) membolehkan shalat tarawih berjama’ah, hanya saja ia berpendapat bahwa
afdhal-nya shalat sendirian.
Imam Nawawi mengatakan bahwa shalat
tarawih hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama.[4]
Dalam riwayat Abbas dan Abu Ishaq mengatakan bahwa shalat tarawih berjamaah
lebih afdhal dari pada sendirian, berdasarkan ijma’ sahabat dan kesepakatan
ulama di berbagai daerah.[5]
Kemudian pendapat ini dikuatkan oleh perkataan Al-Khatib As-Syarbini bahwa para
ulama sepakat adanya sunah shalat tarawih, dan mereka sepakat keutamaan shalat
tarawih seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
maka akan diampuni dosanya yang telah lewat dan yang akan datang.[6]
Tarawih adalah syiar Ahlu Sunah.
Seluruh kaum muslimin sepakat, tarawih berjamaah adalah sunnah, sebagaimana keterangan
para ulama tersebut. Para Shahabat dan Salafus Salih yang pantas dan patut diteladani
dalam mengamalkan suatu ibadah. Merekalah yang pertama dan lebih utama. Mereka
hidup dalam masa yang lebih baik, dekat dengan atau bersama Rasulullah saw. Wallahu A’lam Bi
as-Shawab.
PENUTUP
Perdebatan mengenai shalat berjamaah
tarawih di Bulan Ramadhan merupakan masalah yang telah berlangsung lama.
Kontroversi ini didasarkan pada hadits yang sanadnya berakhir di Umar bin
Khattab. Hadits tersebut memiliki derajat kedudukan hadits shahih, baik ditinjau
dari sanad maupun matannya. Kajian terhadap empat periwayatan hadits yaitu
Bukhari, Baihaqi, Imam Malik dan Abdurrazaq menunjukan hasil yang sama. Umar
bin Al-Khathab Radhiyallahu ‘Anhu, mendapati orang-orang di masjid ada yang
shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang berjamaah, dan akan lebih baik jika
mereka shalat dalam satu jamaah dengan seorang imam. Shalat tarawih berjamaah
di masjid yang dilakukan Umar bukanlah sesuatu yang baru, melainkan pernah
dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Shalat tarawih di masjid
adalah sunnah, begitu juga shalat malam di rumah juga sunnah.
Namun
demikian, tuduhan kelompok Syi’ah bahwa berjamaah dalam melaksanakan shalat
tarawih merupakan bid’ah adalah tidak benar. Salah satu
prinsip Syi’ah adalah kebencian yang setengah mati kepada Amirul Mukminin Umar
bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Saking bencinya
mereka kepada Umar, hingga mereka jadikan kutukan kepada Umar, sebagai
bagian dari syahadat Syi’ah, dan menolak segala jenis apapun yang berasal dari Umar
dan Shahabat pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
al-‘Aini, Abu Muhammad
Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Husain al-Ghitabi al-Hanfi Badruddin, Umdatul
Qaari Syarh Shahih al-Bukhari, (Bairut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, t.t.).
al-‘Asqalani,
Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar, Fath Al-Bari fi Syarh Shahih Al-Bukhari,
(Bairut: Darul Ma’rifah, 1379).
al-ʼAmili, Muhammad Bin
Hasan Al-Hur, Wasā’il Asy-Syìʻah, (Bairūt : Muasasah Āli Bait Lì Ihyāʼ
At-Turats, 1414).
al-Azdiy, Ali bin
al-Hasan al-Hunaiy, al-Munjid Fi al-Lughah, Tahqiq Ahmad Mukhtar Umar,
(Kairo: ‘Alimu al-Kutub, 1988).
al-Azhari, Muhammad bin
Abdulbaqi bin Yusuf az-Zarqani al-Misri, Syarh az-Zarqani ‘Ala Muwatha al-Imam
Malik, Tahkik Thaha Abdul Rauf Sa’ad, No. Hadits 251, (Kairo: Maktabah
as-Tsaqafah ad-Diniyah, 2003).
al-Baihaqi, Abu Bakar
Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani, Manaqib
asy-Syafi’i, Tahqiq as-Sayyid Ahmad Shaqr,
(Kairo: Dar at-Turats, 1970).
______, Abu Bakar Ahmad
bin Husain bin Ali bin Musa al-Khurajirdiy al-Khurasaniy, as-Sunan al-Kubra,
Muhaqiq Muhammad Abdul Qadir ‘Atha, Hadits No. 4275, (Bairut: Darul Alamiyah,
2003).
al-Bukhari, Muhammad
bin Ismail Abu Abdullah al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari,
Muhakik Muhammad Zuhair bin Nashir an-Nashir, No. Hadits 2010, (Bairut.:
Daruthuq an-Najah, 1422).
al-Ghamidi, Said bin
Nashir, Haqiqah al-Bid’ah wa Ahkamuha, (Riyad: Maktabah ar-Rasyd, t.t.).
al-Hakim, Abu Abdillah
al-Hakim Muhammad bin Abdillah bin Muhammad bin Hamduwiyah bin Nuaim bin, al-Mustadrak
‘Ala Shahihain, Muhaqiq Musthafa Abdul Qadir ‘Atha, Hadits No. 1608,
(Bairut: Darul Kutub al-Alamiyah, 1990).
al-Halabi, Nuruddin
Muhammad Atr, Manhajun Naqdi Fi Ulumil Hadits, (Damaskus: Darul Fikr,
1997).
al-Jabarin, Abdullah
bin Abdul Aziz bin Hamadah, Tashil al-Aqidah al-Islamiah, (t.k.: Dar
al-Ushaimi Linnasyr wa at-Tauzi’, t.t.).
al-Jadi,’Abdullah bin
Yusuf, Tahriru Ulumil Hadits, (Bairut: Muassasah ar-Rayan, 2003).
al-Jurjaniy, Abu Bakar
Abdul Qahir bin Abdurrahman bin Muhammad al-Farisiy, Darju ad-Durari Fi
Tafsiri al-Ayi wa as-Suwari, (Britania: Majalah al-Hikamah, 2008).
al-Kulaini, Muhammad
Bin Ya’kub, Rauḍah Al-Kāfi, (Bairūt: Mansyūrāt al-Fajr, 2007).
al-Majlisi, Muhammad
Baqir Bin Muhammad Taqiy, Bihār al-Anwār Al-Jāmiʻah Lidururi Akhbār
Al-ʼAimah Al-Aṭhār, (Bairūt: Muassasah Al-‘Alamì, 2008).
al-Maliki, Hasan bin
Muhammad al-Masyath, at-Taqrirat as-Saniyah Syarh al-Mandhumah al-Baiquniyah
Fi Mustholahil Hadits, Muhaqiq Fawaz Ahmad Zamrali, (Bairut: Darul Kutub
al-Arabi, 1997).
al-Musawi, Abdul Husain
Syafaruddin, Isu-Isu Penting Ikhtilaf Sunnah Syi’ah, (Bandung: Mizan,
1991).
al-Qazwaini, Ibnu Majah
Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Muhaqiq Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Hadits No. 1327, (t.k.: Darul Ihya al-Kutub al-Rabi, 2009).
al-Qurthubi, Abu Umar
Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Bar bin ‘Ashim an-Namiri, Jamiu’
Bayan al-Ilmi wa Fadhailihi, Tahkik Abu al-Asybal az-Zuhairi, (Saudi
Arabia: Dar Ibnu al-Jauzi, 1994).
an-Naisaburiy, Abu
Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah bin al-Mughirah bin Shalih bin Bakar
as-Silmiy, Shahih Ibnu Khuzaimah,
Tahqiq Mhammad Musthafa al-‘Adhomiy, No. Hadits 1887, (Bairut: al-Maktab
Al-Islamiy, 1423 h/2003 m).
an-Nawawi, Abu Zakarya
Muhyiddin bin Syarf, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, (Jeddah: Maktabah
al-Irsyad, t.t.).
as-Sakhawi, Syamsuddin
Abu al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar bin Utsman bin
Muhammad, Fathul Mughits bi Syarh al-Fiyah al-Hadits Lil ‘Iraqi, Muhaqiq
Ali Husain Ali, (Mesir: Maktabah Sunnah, 2003).
as-Shadiq, Ibnu Imam
Ja’far, Masaail ‘Aliy bin Ja’far, Tahqiq Muassasah Ali al-Bait Li Ihya
at-Turats, (Qum: Mahr, 1409).
as-Shalih, Subhi
Ibrahim, Ulumul Hadits Wa Musthalahuhu, (Bairut: Darul Ilmi Lil
Malayyin, 1983).
as-Shan’aniy, Abu Bakar
Abdul ar-Razaq bin Hamam bin Nafi’ al-Humairiy al-Yamaniy, al-Mushannaf,
Muhaqiq Habib ar-Rahman al-Udzma, Hadits No. 7723, (Bairut: al-Maktab
al-Islamiy, 1403).
as-Sijistani, Abu Daud
Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar Al-Azdi, Sunan
Abu Daud, Muhaqiq Syuaib Arnauth, Hadits No. 1373, (Bairut: Dar ar-Risalah
al-Alamiah, 2009), Jilid 2, hal. 254.
as-Syaibani, Abu
Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad, Musnad al-Imam
Ahmad bin Hanbal, Muhaqiq Syuaib Arnauth, Hadits No.18402, (t.k.: Muassasah
ar-Risalah, 2001).
as-Syaukani, Muhammad
bin Ali bin Muhammad bin Abdullah, Nailul Authar, Tahkik ‘Ishamuddin
as-Shababithi, (Mesir: Darul Hadits, 1993).
asy-Syarbini,
Syamsuddin Muhammad bin al-Khatib, Mughni Al-Muhtaj Ila Ma’rifah Ma’ani
al-Alfadz al-Manhaj, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t.).
az-Zahrani, Abu Yasar
Muhammad bin Mathar bin Utsman Ali Mathor, Ilmu ar-Rijal Nasyatuhu Wa
Tathowuruhu Min al-Qarni al-Awwal Ila Nihayah al-Qarni at-Tasi’, (Riyad:
Darul Hijrah, 1996).
Hisamuddin, Abu Hasan
Ubaidullah bin Muhammad Abdussalam bin Khan Muhammad bin Amanullah bin, Mura’atul
Mafaati Syarh Misykat al-Anwar, (Binarisil Hindi: Idaratul Buhuts
al-Alamiah wa ad-Dakwah wa al-Ifta, 1984).
Isma'il, M. Syuhadi. Kaidah
Kesahihan Sanad Hadith Tala’ah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu
Sejarah. (Jakarta: Bulan Bintang, 1988).
______, M. Syuhudi, Metodologi
Penelitian Hadith Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Muslim, Abdullah bin
Wahab bin, Muwatha Abdullah bin Wahab, Muhaqiq Hisyam Ismail as-Shiniy,
No. Hadits 272, (ad-Dimam: Dar ibnu aj-Jauziy, t.t.).
Musthafa, Ibrahim, dkk,
al-Mu’jam al-Washith, (Kairo: Dar ad-Dakwah, t.t.).
Rahman, Fatchur, Ikhtisar
Mushthalahul Hadits, (Bandung: al-Ma’arif, 1974).
Syuhbah, Muhammad bin
Muhammad bin Suwailam Abu, Difa’ ‘An as-Sunnah Wa Raddu Syubhi
al-Mustasyriqin Wal Kitab al-Muashirin, (Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islami,
1985).
[1] Muhammad bin
Ismail Abu Abdullah al-Ja’fi al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.....Jilid 2, hal. 50.
[2] Diriwayatkan oleh Muhammad Bin
Ya’kub Al-Kulaini, Rauḍah Al-Kāfi, (Bairūt: Mansyūrāt al-Fajr, 2007),
Cet. 1, Juz 4, Hal. 154-155. Dan
diriwayatkan juga oleh Muhammad Baqir Bin Muhammad Taqiy Al-Majlisi, Bihār
al-Anwār Al-Jāmiʻah Lidururi Akhbār Al-ʼAimah Al-Aṭhār, (Bairūt: Muassasah
Al-‘Alamì, 2008). Cet. 1, Juz 16, Hal. 378.
[3] Ibnu Imam Ja’far as-Shadiq, Masaail
‘Aliy bin Ja’far, Tahqiq Muassasah Ali al-Bait Li Ihya at-Turats, (Qum:
Mahr, 1409), hal. 261.
[4] Abu Zakarya
Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, (Jeddah:
Maktabah al-Irsyad, t.t.), Juz 3, hal. 526.
[5] Ibid
[6] Syamsuddin Muhammad bin
al-Khatib asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj Ila Ma’rifah Ma’ani al-Alfadz
al-Manhaj, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t.), Juz 1, hal. 459.
Blogger Comment
Facebook Comment