Pendidikan untuk berbuat baik kepada orang tua
Birrul walidain, berbuat baik
kepada kedua orang tua menjadi sesuatu yang harus dan wajib di ajarkan kepada
anak. Al-qur’an telah mewartakan melalui pesan Luqman dalam mengajarkan kepada anak untuk berbuat
baik kepada orang. Pesan ini Allah abadikan dalam firman-Nya : “Dan kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun.”[1] Ketidaktahuan dan
kelalaian orang tua dalam mendidik anak dikehidupan modern sekarang, meyebabkan
banyak anak yang tidak mengerti sopan santun kepada orang tua bahkan tidak
sedikit yang mendurhakainya.[2]
Padahal orang tua yang telah melahirkan, mengasuhnya, dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Sikap baik terhadap kedua orang
tua menempati
kedudukan yang istemewa dalam ajaran islam. Perintah ini di tempatkan
oleh Allah SWT. di al-qur’an langsung sesudah perintah beribadah kepada-Nya
semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah SWT berfirman :
“Dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani israil yaitu: “ janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak....”[3] Bahkan walaupun
agamanya kafir atau musyrik tetap mempergaulinya di dalam kehidupan dunia
dengan cara yang ma'ruf.[4]
Begitu indahnya ajaran Islam.
Pendidikan menanamkan cinta amal shalih
Menjadi manusia yang bermanfaat
bagi sesama merupakan motto hidup manusia muslim.[5]
Kebiasaan beramal shalih pada diri anak haruslah dilakukan sejak dini. Ketika
anak mengetahui bahwa Allah SWT. akan membalas semua jerih payahnya, kebajikannya
walaupun sebesar zarrah.[6] Maka keyakinan tersebut harus tertanam dengan baik
dalam sanubari. Dengan begitu ia akan selalu berusaha untuk mengamalkan kebaikan.
Ia akan senantiasa meningkatkan amalnya dan selalu taat kepada perintah-Nya
serta selalu berbakti kepada kedua orang tuanya, saudara dan lingkungan sekitar.
Luqman menanamkan keyakinan
kepada anaknya bahwa apa saja yang di kerjakan manusia, betapapun halus dan
kecilnya, tidak luput dari pengawasan Allah SWT. Semuanya akan mendapatkan balasan dari
Allah SWT meskipun hanya seberat biji sawi. Allah SWT berfirman : (Luqman
berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.”[7]
Pendidikan ibadah kepada Allah SWT
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa-apa yang
Allah cintai dan ridhai, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, baik
amalan zhahir dan amalan bathin.[8]
Seperti Shalat, zakat, puasa, haji, melaksanakan amanah, berbuat baik kepada
orang tua, silaturrahim, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, berjihad di
jalan Allah, berbuat baik pada tetangga, memelihara anak yatim, fakir-miskin,
mencintai Allah dan Rosul-Nya.[9]
Setelah aqidah diperkenalkan dengan baik kepada anak,
tahap selanjutnya adalah mengajarkan kepada anak untuk mengerjakan apa yang
telah di perintahkan oleh Allah SWT. berupa ibadah kepada Allah bukan yang
lain.[10]
Pada surat luqman Allah menyuruh mengajarkan anak untuk mendirikan sholat dan
berdakwah. Allah SWT berfirman : “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang di wajibkan (oleh Allah).”[11]
Hal ini perintah untuk melaksanakan shalat, amar ma’ruf-nahi munkar dan sikap
sabar.
Shalat merupakan tiang agama. Sesiapa yang menjaga
shalat maka ia telah mendirikan agamnya, dan sesiapa yang meninggalkan shalat
maka ia telah meruntuhkan agamanya.[12]
Amalan kedua yang harus dijalani setiap orang setelah ia menyatakan Islam.[13]
Perintah untuk melaksanakan sholat ketika anak berumur tujuh tahun dan membolehkan memukulnya karena meninggalkan atau enggan melaksanakan shalat ketika
berumur sepuluh tahun.[14] Memukul bukan untuk menyakiti akan tetapi
memberikan effek jera dan penekanan betapa pentingnya mengerjakan shalat. Karena,
shalat merupakan penghubung anatara seorang hamba dan Rabb-nya.
Ketika seorang anak telah belajar mengerjakan
shalat, saat itu pula mereka tengah belajar kebersihan, baik yang berbentuk
inderawi maupun maknawi, dhahir maupun batin,[15]
belajar mengenai akhlaq dan tata tertib, kejujuran dan kerapian, kerjasama dan
bermasyarakat.[16] Seseorang
yang baik shalatnya akan baik akhlaknya, begitupun sebaliknya. Para orang tua terutama seorang
ayah harus
[2] Muchotob Hamzah, dkk, Tafsir Maudhu'i al-Muntaha Jilid 1,
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hal. 189-182.
[5] QS. Al-Mulk :
2. Yang berbunyi: “Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
[6] QS. An-Nisa :
40
[7] QS. Luqman :
16
[8] Abu Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin
Taimiyah al-Harrani, al-Ubudiyah,
Tahqiq Muhammad Zuhair as-Syawisy, (Bairut: al-Maktab al-Islami, 2005), cet.
VII, jilid 1, hal. 44. Lihat juga Abu Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin
Abdullah bin Taimiyah al-Harrani, al-Fatawa al-Kubra Li Ibni Taimiyah,
Tahqiq Muhammad Zuhair as-Syawisy, (Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1987),
cet. I, jilid 5, hal. 154. Lihat juga Abu Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam
bin Abdullah bin Taimiyah al-Harrani, Majmu al-Fatawa, Tahqiq Abdurrahman
bin Muhammad bin Qasim, (Madinah Munawwarah: Majma’ al-Mulk Fahd Li Thiba’ah
al-Mushaf as-Syarif, 1995), jilid 10, hal. 149.
[9] Abu Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al-Harrani,
al-Ubudiyah.....hal. 44.
[10] QS. An-Nahl :
36
[11] QS. Luqman :
17, Qs. An-Nisa’ : 36, Qs. An-Nisa’ : 48, QS. Adz-Dzariyat : 56.
[12] Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin
Rajab bin al-Hasan, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam Fi Syarhi Khamsiina Haditsan
Min Jawami’ al-Kalam, Muhaqiq Syuaib Arnouth dan Ibrahim Bajis, (Bairut:
Muassasah ar-Risalah, 2001), Cet. VII, Jilid 1, hal. 146.
[13] Muhammad Anwar Syah bin Mu’dzom Syah
al-Kasymiriy al-Hindiy, Faidhul Bariy ‘Ala Shahih al-Bukhari, Muhaqiq
Muhammad Badri ‘Alim al-Mirthiy, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah, 2005),
Cet. I, Jilid 1, hal. 149.
[15] Sabil el-Ma’rufie, Dahsyatnya Shalat Dhuha: Pembuka Pintu Rezeki,
(Bandung: Mizania, 2010), hal. 98.
Blogger Comment
Facebook Comment